Komisi II Tegaskan, Asas Keterbukaan dan Transparansi di Revisi UU Pemilu

20-01-2025 / KOMISI II
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda. Foto: Jaka/vel

PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan komitmen untuk mengutamakan asas keterbukaan dan transparansi dalam pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu. Langkah ini menjadi konsekuensi dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

 

"Asas keterbukaan dan transparansi adalah bagian dari partisipasi bermakna (meaningful participation) dalam proses pembentukan undang-undang. Kami berkomitmen membuka ruang partisipasi bagi masyarakat agar mereka dapat memantau pembentukan norma baru dalam UU Pemilu," ungkap Rifqi kepada wartawan, Senin (20/1/2025).

 

Rifqi menjelaskan bahwa semua rapat di Komisi II DPR RI kini disiarkan langsung melalui media sosial dan direkam untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi. "Dengan ini, masyarakat tidak perlu khawatir terkait kinerja DPR dan pemerintah dalam menyusun norma baru. Kami pastikan semua proses berjalan transparan dan akuntabel," tegasnya.

 

Politisi Fraksi Partai NasDem itu menyoroti peran MK sebagai negative legislator dalam putusannya yang hanya membatalkan norma tanpa membentuk norma baru. DPR dan pemerintah, katanya, berkewajiban merespons putusan tersebut dengan melakukan rekayasa konstitusi (constitutional engineering).

 

"Jika MK bertindak sebagai positive legislator, mereka tidak hanya membatalkan Pasal 222, tetapi juga langsung membentuk norma baru. Namun, karena MK memposisikan diri sebagai negative legislator, tugas pembentukan norma ini diberikan kepada DPR dan pemerintah," jelas Rifqi.

 

Menurut Rifqi, rekayasa konstitusi yang dilakukan bertujuan mengantisipasi kemungkinan munculnya terlalu banyak pasangan calon presiden dan wakil presiden. "Putusan MK Nomor 62 Tahun 2024 memberikan pertimbangan hukum yang menyatakan bahwa jika partai politik peserta pemilu berjumlah 30, maka memungkinkan jumlah pasangan capres-cawapres juga mencapai 30. Oleh karena itu, pembentuk undang-undang diminta menyusun formulasi yang tetap menjamin hak konstitusional warga negara," paparnya.

 

Rifqi menambahkan bahwa Komisi II DPR telah menjadwalkan rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan lembaga penyelenggara pemilu untuk merumuskan norma yang diminta dalam putusan MK. Selain itu, pihaknya akan melibatkan pegiat kepemiluan dan akademisi untuk memastikan formulasi norma baru dapat memenuhi kebutuhan konstitusi secara optimal.

 

"Kami siap menjalankan amanah ini dengan baik. Percayakan kepada kami, DPR bersama pemerintah akan membangun proses yang transparan, akuntabel, dan sesuai peraturan perundang-undangan," pungkas legislator asal Dapil Kalimantan Selatan I itu. (ayu/aha)

BERITA TERKAIT
Legislator Ingatkan Pemda Tak Gunakan Kenaikan Pajak untuk Dongkrak PAD
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus menegaskan komitmennya dalam mengawasi kebijakan pemerintah daerah (pemda) yang berdampak...
Pemberhentian Kepala Daerah Ada Mekanisme yang Sudah Diatur Undang-Undang
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong menjelaskan bahwa untuk memberhentikan Kepala daerah sama dengan pengangkatannya,...
Situasi Pati Telah Kondusif, Saatnya Energi Pemda Fokus untuk Pembangunan
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Polemik yang terjadi di Pati mulai mereda, khususnya usai pembatalan kenaikan PBB dan permohonan maaf dari Bupati...
Belajar dari Kasus di Pati, Jangan Ada Jarak Kepala Daerah dan Rakyatnya
14-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menilai kasus yang terjadi di Pati, Jawa Tengah antara kepala...